Anjar Syaefa

Selasa, 25 Maret 2014

Metode Sampling

Assalammu'alaikum wr.wb
Saya akan menjelaskan sedikit tentang Metode Sampling

PENGERTIAN SAMPLING
Sampling adalah proses dan cara mengambil sampel/ contoh untuk menduga keadaan suatu populasi.  Contoh serangga diambil dari suatu area untuk diduga berbagai karakteristik populasinya seperti kepadatan populasi,  sebarannya dalam habitat, jumlah relatif masing-masing stadia, dan fluktuasi jumlah serangga menurut waktu.  Penarikan contoh diperlukan karena tidak mungkin pengamatan terhadap keseluruhan populasi dilakukan.
Sampling serangga di penyimpanan diperlukan bagi praktisi pengendalian hama pascapanen untuk memonitor keberadaan serangga hama pascapanen dalam hal
·            Spesies apa yang ditemukan, sehingga dapat ditentukan arti pentingnya berdasar informasi sebelumnya tentang status hama. 
·            Berapa jumlah masing-masing serangga, berguna untuk menentukan saat intervensi pengendalian
Monitoring serangga adalah elemen kunci dalam PHT hama pascapanen.  Umumnya, sampling hama pascapanen tidak dilakukan tersendiri tetapi merupakan bagian dari sampling mutu bahan simpan secara umum.



KONSEP SAMPLING
Sampling dapat dilakukan sebelum atau setelah tindakan pengendalian hama pascapanen.  Tujuan sampling hama pascapanen sebenarnya adalah untuk menentukan kapan waktu yang tepat untuk intervensi tindakan dan untuk menentukan apakah intervensi pengendalian telah efektif menekan populasi serangga.  Tujuan ini menentukan area sampling, peralatan sampling, cara mengumpulkan data dan bagaimana data dianalisis.  Hal pertama yang harus diketahui adalah konsep sampling. 

    Unit contoh/sampel
                Unit contoh adalah fraksi dari area yang dihuni suatu populasi serangga sasaran, yang disebut universe.  Contohnya, bila sampling terhadap permukaan stapel beras di gudang menggunakan colokan (spear), maka unit contoh adalah kuantitas beras dalam colokan sedangkan permukaan stapel beras adalah universe.  Bila menggunakan perangkap, unit contoh sebenarnya adalah area efektif perangkap dan durasi pemerangkapannya.  Namun area efektif suatu perangkap sulit diukur, sehingga untuk praktisnya, unit contoh adalah perangkap.    
   
    Ukuran unit contoh
                Ukuran unit contoh ditentukan oleh peralatan yang digunakan, misalnya volume setiap unit contoh beras tergantung ukuran spear yang digunakan.  Ukuran unit contoh harus tepat.  Meskipun ukuran unit contoh yang besar dapat mengurangi jumlah titik sampel yang diperlukan, hal ini biasanya butuh waktu dan biaya penanganan lebih besar.  Unit contoh yang kecil dengan jumlah titik sampel yang banyak lebih efisien dan lebih representatif, namun perlu dijaga supaya ukuran unit contoh cukup besar sehingga masih dapat menangkap serangga dalam kepadatan populasi yang rendah. 
                Saat ini telah dikembangkan standar ukuran unit contoh untuk tiap bahan simpan.  Biasanya disyaratkan 500-1000 biji untuk diamati per unit contoh.  Jumlah tersebut setara dengan berat biji tertentu seperti tersaji di bawah ini
Biji jagung (ukuran kecil)
200 g
Biji jagung (ukuran besar)
250 g
Biji sorghum
25 g
Kacang polong (cowpea)
150 g
Butir gandum
25 g
Butir millet
10 g
Butir padi
15 g

    Teknik sampling    
Teknik sampling adalah metode yang meliputi pemilihan unit contoh yang tepat a serta proses penarikan contoh.  Unit contoh apa yang akan dipakai disesuaikan dengan sifat bioekologi serangga.  Misalnya, unit contoh berupa perangkap berumpan hanya tepat untuk sampling serangga yang tertarik umpan tersebut.  Proses penarikan contoh bisa bisa dilakukan secara random atau sistematik (non ramdom). Pada proses random, pemilihan titik contoh berdasarkan tabel angka acak.  Sebaliknya, titik contoh pada sampling sistematik mengikuti aturan tertentu, misalnya jarak yang sama antar titik contoh, posisi pengambilan sampel yang sama untuk bahan simpan yang sedang bergerak dan lain-lain. 

    Statistik Dasar
Hampir semua hipotesis statistik berdasar pada asumsi bahwa sampel data terdistribusi normal.  Sebaran data jumlah serangga per unit contoh, lama perkembangan hidup serangga, jumlah serangga yang mati setelah fumigasi dan sebagainya apabila diplotkan akan menghasilkan kurva yang berbentuk seperti genta, terutama bila unit contoh cukup besar (>30). 
Apabila data pengamatan dalam suatu unit contoh dihitung/diukur dan dilambangkan dengan x, maka rata-rata atau mean data per unit contoh Description: http://abank-udha123.tripod.com/sampling_dan_monitoring_files/image002.gif adalah:
                

Varian (s2) adalah jumlah kuadrat dari selisih data unit contoh (xi) dan mean, sehingga rumus sederhananya adalah
               

dengan n-1 derajat bebas. 
Akar kuadrat dari varian (Ös2=s) disebut deviasi standar sampel dan menunjukkan seberapa dekat mean hasil perhitungan sampling terhadap mean populasi sebenarnya.

    Program sampling
Semua pengetahuan terdahulu tentang sampling biasanya menghasilkan program sampling.  Program sampling menunjukkan unit contoh apa yang digunakan, berapa banyaknya titik contoh, kapan dilakukan sampling, bagaimana distribusi spasial (dispersi serangga), analisis statistik apa yang digunakan dan sebagainya.  Program sampling sangat berguna untuk menentukan apakah pada saat tertentu perlu atau tidak dilakukan intervensi pengendalian.  Program sampling yang dilaksanakan dengan baik akan menjadi salah satu kunci pengendalian hama pascapanen di penyimpanan.



PENDUGAAN KEPADATAN POPULASI SERANGGA
Secara garis besar terdapat dua teknik pendugaan kepadatan populasi serangga di penyimpanan, yaitu pendugaan kepadatan absolut dan pendugaan kepadatan relatif.  Selain itu, kepadatan populasi juga dapat diduga dengan mengukur tingkat kerusakannya.

    Pendugaan Kepadatan Absolut
Pendugaan kepadatan absolut berdasar pada jumlah absolut serangga yang ikut tertangkap dalam contoh bahan simpan yang diambil.  Alat sampling yang digunakan antara lain berupa spear untuk bahan simpan dalam kemasan/karung, pneumatic sampler untuk bahan simpan curahan dan pelican sampler untuk bahan simpan curahan yang sedang bergerak. 
Pendugaan kepadatan absolut juga dapat dilakukan secara tidak langsung dengan teknik penangkapan kembali serangga yang ditandai secara radioaktif atau fluoresen.  Dengan melepaskan sejumlah tertentu serangga yang telah ditandai, kepadatan populasi dapat dihitung menurut rumus:
                
dengan melambangkan kepadatan populasi, m adalah jumlah serangga ditandai yang dilepaskan, n adalah jumlah total serangga yang tertangkap dan r adalah jumlah serangga ditandai yang ikut tertangkap. Teknik lain menggunakan alat ayakan/saringan dan corong Berlese. 

    Pendugaan Kepadatan Relatif
Berbeda dengan pendugaan kepadatan populasi absolut, pendugaan kepadatan relatif menggunakan perangkap yang tidak bisa memberikan data jumlah serangga per satuan berat bahan simpan, luas area sampling dsb.  Pendugaan ini lebih tergantung pada keefektifan alat, misalnya data dari perangkap berperekat tidak bisa dibandingkan dengan pitfall trap.  Perangkap berumpan akan berbeda hasilnya dengan perangkap berferomon.  Perangkap sebenarnya adalah alat yang efektif untuk deteksi dan monitoring serangga pascapanen, namun data hasil pendugaan kepadatan relatif harus dapat dikonversi menjadi data kepadatan absolut dengan pendekatan regresi yang tepat.    Pendugaan kepadatan relatif memang lebih mudah dilakukan, tapi tanpa adanya korelasi dengan data kepadatan absolut, data yang diperoleh tidak berarti apa-apa bagi pengendalian.

    Pendugaan berdasar Tingkat Kerusakan yang Teramati
Selain pendugaan kepadatan populasi absolut dan relatif, kepadatan populasi serangga juga dapat diperkirakan dari tingkat kerusakan yang dapat diamati pada bahan simpan.  Banyaknya biji yang terserang, jejak serangga pada tepung simpanan, dan keberadaan sutera yang dihasilkan larva ngengat dapat digunakan untuk mengukur tingkat kepadatan populasi serangga pascapanen yang menyebabkannya. 
Adakalanya universe suatu sampling sangat besar sehingga diperlukan waktu yang lama dan biaya tinggi.  Dalam kondisi seperti ini, pekerjaan sampling menjadi tidak praktis sehingga diperlukan teknik sampling alternatif yang lebih ekonomis namun masih dapat dipertanggungjawabkan kesahihannya.  Sejumlah teknik alternatif itu diantaranya adalah:
·          Sampling berjenjang (Hierachial sampling), unit contoh dibagi menjadi sub-sub unit contoh dan satu sub unit contoh dipilih untuk mewakili setiap unit contoh.  
·          Sampling berganda (Double sampling), dilakukan sampling pendahuluan sebelum dilakukan sampling yang sebenarnya.
·          Sampling dengan intensitas berubah-ubah (Variable-intensity sampling), sampling dilakukan lebih intensif bila hasilnya (misalnya rata-rata jumlah serangga) mendekati nilai kritis. 



METODE PENDUGAAN BINOMIAL
                Seringkali keberhasilan suatu pengendalian diawali dengan hanya mengetahui ada atau tidaknya hama pascapanen sedini mungkin.  Pendugaan yang hanya mendasarkan pada ada tidaknya serangga pada unit contoh disebut pendugaan binomial. Unit contoh yang mengandung serangga diberi skor 1 sedangkan yang tidak ada serangganya diberi skor 0.  Pengolahan data skoring ini yang digunakan untuk menentukan urgensi intervensi pengendalian. 
Seringkali pendugaan binomial lebih baik hasilnya bila menggunakan teknik ambang jumlah serangga per unit contoh daripada hanya sekedar pengamatan ada atau tidaknya serangga.  Misalnya dari 30 unit contoh, suatu unit contoh dapat dinyatakan sebagai jumlah serangga kurang dari 5 ekor, kemudian unit contoh kedua jumlah serangga lebih dari lima ekor, begitu seterusnya.  Berarti 5 ekor adalah ambang jumlah serangga.  Penentuan ambang jumlah serangga tergantung status serangga sebagai hama dan tindakan pengendalian yang dilakukan.  Sebagai contoh ekstrim, Karantina Indonesia menentukan ambang satu ekor kumbang kapra per kapal beras yang diimpor sebagai penentu keputusan diterima atau ditolaknya beras tersebut masuk Indonesia.  Ambang juga dapat dibuat beberapa jenjang sehingga membentuk kategori, misalnya kategori I kurang dari 5 ekor, kategori II antara 5 sampai dengan 10 ekor, kategori III antara 10 sampai dengan 15 ekor dan seterusnya disesuaikan dengan implikasi tindakan yang akan diambil. 
Berikut ini adalah contoh metode yang dapat digunakan untuk pendugaan binomial yang meliputi metode deteksi infestasi hama pascapanen secara visual, deteksi hidden infestation dan deteksi lingkungan sekitar gudang.

    Pengamatan Visual
Pengamatan visual sederhana kadang-kadang memenuhi keperluan deteksi serangga.  Dinding gudang biasanya bercat putih, salah satu maksudnya adalah memudahkan deteksi hama yang secara kebetulan hinggap.  Pada gudang curah, ngengat biasanya tidak dapat menembus terlalu dalam sehingga pengamatan cukup dengan menyingkap bahan simpan di dekat permukaan.  Biasanya hama cenderung bergerombol, sehingga keberadaan sisa-sisa metabolisme hama berupa bubuk, feses atau benang sutera juga menjadi petunjuk lokasi keberadaan hama di penyimpanan.  Pada gudang sistem tumpuk, deteksi hama pascapanen dapat dilakukan dengan bantuan colokan/spear/probe.  Cara lain bisa menggunakan ayakan kawat karena biasanya ukuran serangga lebih kecil dari ukuran biji. 

Penggunaan perangkap dapat mempermudah deteksi hama pascapanen secara visual.  Ada beragam jenis perangkap, secara umum terbagi menjadi
·            Flight trap, serangga tertarik dan terbang ke arahnya.
·            Refuge trap, serangga datang untuk berlindung
·            Pitfall trap, serangga jatuh ke dalamnya.
Efisiensi perangkap dapat ditingkatkan dengan penggunaan umpan berupa makanan maupun zat atraktan.  Perangkap seperti ini dapat digunakan memonitor populasi hama bahkan dalam tingkat kepadatan rendah.

    Deteksi Infestor Internal (Hidden Infestation)
Deteksi infestor internal seperti Sitophilus, Rhyzopertha, dan Sitotroga sulit dilakukan dengan pengamatan visual terutama bila populasinya kecil karena kebiasaan hidupnya yang berada didalam biji.  Oleh karena itu dikembangkan berbagai metode deteksi khusus untuk hidden infestation:
·            Teknik pewarnaan/staining, berbagai stadia Sitophilus baik di dalam maupun di luar biji dapat diwarnai dengan beberapa pewarna biologis seperti acid fuchsin (warna merah) atau gentian violet(warna ungu).  Bila biji berwarna gelap, misalnya beberapa jenis sorgum, dapat digunakan pewarna berberin suflate yang akan berpendar bila diamati di bawah sinar UV.  Sayangnya teknik ini hanya bisa untuk deteksi Sitophilus dan tidak bisa digunakan untuk Rhyzopertha dan Sitotroga
·            Metode pengapungan, biji gandum terserang akan terapung karena adanya rongga.  Namun bila hama masih dalam stadia telur, metode ini tidak bisa digunakan.  Metode ini tidak cocok untuk biji yang telah dikupas kulitnya seperti padi atau biji berukuran besar seperti jagung.   Metode lain yang masih termasuk pengapungan adalah dengan menghancurkan biji, kemudian fragmen serangga yang ikut hancur diberi perlakukan sehingga terapung dan disaring dengan kertas isap untuk diamati di bawah mikroskop. 
·            Pemeriksaan radiografi (sinar X), membutuhkan investasi untuk peralatan, kamar gelap, film. Bahan kimia, dan interpreter terlatih.  Metode ini kemungkinan bisa dikembangkan ke arah scanning komputer.  
·            Deteksi suara, dengan sebuah oscilloscope suara makan dan pergerakan dapat dideteksi.  Suara Sitophilus, Rhyzopertha, dan Sitotroga di dalam biji dapat dideteksi 13-19 hari setelah oviposisi oleh induknya. 
·            Pengukuran kadar karbondioksida, dilakukan dengan analisis sinar inframerah terhadap produksi CO2 akibat respirasi serangga dibandingkan dengan bahan simpan standar.  
·            Kertas ninhidrin, contoh biji dihancurkan dalam gulungan kertas yang diberi perlakuan ninhidrin.  Asam amino dari cairan serangga akan bereaksi dengan ninhidrin menghasilkan bercak-bercak berwarna ungu. 
·            ELISA (enzym-linked immunosorbent assay), yaitu dengan memanfaatkan antibodi yang khusus diproduksi untuk mendeteksi myosin, protein otot serangga yang tidak ditemukan pada biji-bijian.  Tingkat kepekatan senyawa myosin-antobodi dapat digunakan untuk menduga banyaknya serangga pada contoh biji.  ELISA dapat juga dikembangkan untuk antibodi yang spesifik bagi spesies tertentu.
·            Metode lain yang dikembangkan untuk hiden infestation antara lain metode NMR (nuclear magnetic resonance) dan asam urat.
Deteksi hiden infestation serangga hidup sangat penting untuk penentuan langkah pengendalian.  Lebih dari itu, deteksi untuk serangga mati pun tak kalah pentingnya karena alasan penerimaan produk oleh pasar.

    Deteksi Hama di Lingkungan Gudang
Mengingat ada kemungkinan masuknya hama dari lingkungan sekitar gudang ke bahan simpan, deteksi lingkungan juga diperlukan sebagai bagian dari usaha pengendalian hama pascapanen.  Umumnya dilakukan menggunakan perangkap berumpan, baik umpan makanan maupun zat atraktan. 

  
DISTRIBUSI SPASIAL (POLA DISPERSI) HAMA
Pengetahuan tentang distribusi spasial/pola dispersi hama pascapanen sering kali penting artinya dalam pilihan pengendalian yang dilakukan.  Sebagai contoh, apabila diketahui populasi hama pascapanen cenderung bergerombol di sekitar permukaan bahan simpan, maka pengendalian dengan iradiasi permukaan bahan simpan dapat lebih efektif. 
Pola dispersi hama dapat dikategorikan menjadi seragam, random, atau bergerombol.  Pola dispersi ini sebagian besar disebabkan oleh perilaku serangga yang berhubungan dengan perubahan lingkungan. 
Pola dispersi hama dapat ditentukan dengan mengetahui variasi jumlah serangga antar unit contoh dari sampling yang dilakukan untuk mengetahui tingkat kepadatan populasi.  Nilai perbandingan antara meansDescription: http://abank-udha123.tripod.com/sampling_dan_monitoring_files/image002.gifdan varian (s2) menunjukkan distribusi spasial serangga apakah terkategori seragam, ramdom atau bergerombol.
Pada populasi yang terdistribusi seragam, terdapat semacam penolakan individu terhadap individu lain.  Populasi seperti ini dicirikan dengan selisih yang kecil antara unit-unit contoh dengan rata-ratanya, dengan kata lain varian lebih kecil dibanding mean (s2<).  Populasi random dicirikan dengan varian yang sama dengan mean-nya (s2=).  Pada pola ini, keberadaan satu individu serangga tidak mempengaruhi keberadaan individu yang lainnya, baik individu itu menyingkir sehingga terbentuk pola seragam atau tertarik sehingga terbentuk pola bergerombol.  Apabila varian lebih besar daripada mean(s2>) atau sebagian besar unit contoh hanya berisi nol atau sedikit serangga sedangkan beberapa unit contoh berisi banyak, maka dapat dipastikan bahwa serangga terdispersi secara bergerombol.  Hama pascapanen umumnya bergerombol di beberapa titik, khususnya pada kepadatan populasi yang sedang hingga tinggi. 
Salah satu cara untuk menentukan pola dispersi serangga adalah menggunakan nisbah varian terhadap mean suatu sampling yang sebenarnya menentukan apakah populasi bersifat random atau tidak .  Seperti diisyaratkan sebelumnya, nisbah varian terhadap mean kurang dari satu berarti populasi seragam, sama dengan satu berarti random dan lebih dari satu berarti bergerombol.  Untuk menentukan apakah suatu nilai nisbah varian/mean tidak berbeda nyata dengan 1, >1 atau <1 digunakan="" disperse="" i="" indeks="">ID
) yang diformulasikan:
                
di mana adalah jumlah unit contoh, s2 dan  berturut-turut adalah varian dan mean.  ID terdistribusi menurut sebaran khi-kuadrat () dengan n-1 derajat bebas.  Nilai ID hitung berada pada selang kepercayaan yang dipilih (misalnya 90%) menunjukkan pola dispersi random.  ID kurang dari batas bawah selang kepercayaan berarti nisbah varian/mean kurang dari satu (seragam) dan ID lebih dari batas atas selang kepercayaan berarti nisbah varian/mean lebih dari satu (bergerombol).  
  
SAMPLING SEKUENSIAL
Setelah data sampling tentang keberadaan spesies hama pascapanen, tingkat kepadatan populasi serangga, pola distribusi spasial dan lain-lain terkumpul cukup banyak dan dalam waktu yang cukup lama, biasanya akan dapat disusun suatu acuan untuk melakukan sampling sekuensial, yaitu sampling yang dirancang khusus untuk penentuan tindakan pengendalian.  Seorang praktisi pengendalian hama pascapanen akan selalu dihadapkan pada keputusan apakah akan melakukan intervensi pengendalian atau tidak   Pada saat yang sama, ia akan berhadapan dengan dua resiko kesalahan yaitu inefisiensi tindakan pengendalian karena sebenarnya populasi hama belum membahayakan dan resiko kehilangan hasil simpanan bila hama pascapanen tidak dikendalikan.  Sampling sekuensial dirancang untuk meminimalkan dua resiko tersebut.
Pada sampling sekuensial, jumlah kumulatif unit contoh dan jumlah kumulatif hasil sampling (bisa berupa jumlah serangga dari pendugaan kepadatan populasi atau jumlah unit contoh yang mengandung serangga dari sampling binomial) diplotkan dalam grafik seperti di bawah ini. 
         
Prinsipnya adalah mengamati lebih banyak unit contoh bila populasi mendekati ambang pengendalian dan sebaliknya.  Pengamatan terus dilakukan hingga hasil sampling menyentuh salah satu dari dua garis sejajar yang ada di tengah grafik.  Garis yang di atas adalah garis ambang tindakan, menunjukkan tingkat populasi hama pascapanen sudah berarti secara ekonomis dan tindakan pengendalian perlu dilakukan.  Garis di bawahnya ditentukan secara arbitrer untuk berjaga-jaga, biasanya ditentukan sekian persen dari ambang tindakan.  Apabila hasil sampling menyentuh garis yang di atas, intervensi pengendalian sudah saatnya dilakukan.  Apabila hasil sampling menyentuh garis bagian bawah, pengendalian tidak perlu dilakukan.  Kemungkinan ketiga adalah hasil sampling tetap berada di antara dua garis ini, dalam hal ini sampling dilanjutkan sampai unit contoh tertentu, misalnya 100 unit contoh.  Apabila tetap tidak menyentuh garis yang di atas (garis ambang tindakan), maka pengendalian tidak perlu dilakukan.
Manfaat utama sampling sekuensial adalah efisiensi biaya sampling dan ketepatan pengendalian hama pascapanen.  Sampling sekuensial telah banyak diterapkan untuk hama-hama di pertanaman, sayangnya penggunaannya di penyimpanan masih terbatas.


CONTOH PENERAPAN MONITORING
  TINGKAT SERANGAN HAMA DI GUDANG BULOG
Serangga utama yang biasanya menyerang bahan-bahan pangan di dalam gudang adalah kumbang (Ordo Coleoptera) dan ngengat/kupu (Ordo Lepidoptera). Kumbang mudah dilihat dan dihitung pada stadium dewasa sedang ngengat pada stadium larva dan dewasa.
Pengamatan yang dilakukan disini didasarkan pada pengamatan binomial, yaitu pengamatan untuk mengetahui ada tidaknya serangga tanpa perlu mengetahui tingkat kepadatan populasi serangga yang sebenarnya.  Sejumlah modifikasi dilakukan untuk optimalisasi hasil monitoring.


PENGAMATAN UMUM ( U).
Pengamatan dilakukan terhadap kondisi keliling stapel dan bagian atas stapel, serta pengamatan dilakukan pada sore hari. Hasil pengamatan dinyatakan sebagai berikut :
a.        U/T (tidak ada) :Tidak terdapat serangga setelah diperiksa beberapa lama.
b.        U/R (Ringan) Terdapat serangga (dalam jumlah kecil) yang terlihat hanya pada beberapa tempat (permukaan karung).
c.        U/S (sedang) :Terdapat serangga (dalam jumlah lebih banyak) yang terlihat pada pelbagai tempat (permukaan karung).
d.        U/B (Berat) Serangga segera terlihat dalam jumlah besar, beterbangan dan bergerak merayap sekitar stapel. Serangga bergerombol dilantai sekeliling dasar stapel dan dibagian atas stapel.
e.        U/SB (Sangat berat) :Serangga sangat banyak terdapat pada sekitar stapel dan suaranya gemelutuk jelas terdengar dari dalam karung. Serangga mati banyak terdapat pada lantai sekitar stapel dan bagian atas stapel.
Pada pengamatan umum (U) untuk serangga ngengat, disamping batasan-batasan di atas, penentuan kriteria tingkat serangan hama dapat juga memakai batasan tingkat kerusakan yang teramatisebagai berikut :
a.          U/T (Tidak ada) : Tidak terdapat tanda-tanda serangan larva ngengat (butir-butir putih/sisa kotoran) yang terdapat pada bagian luar karung.
b.          U/R (Ringan) : Mulai terlihat butir-butir putih/sisa kotoran dalam jumlah kecil pada bagian luar karung.
c.          U/S (Sedang) : Terlihat cukup banyak butir-butir putih/sisa kotoran pada bagian luar karung.
d.          U/B (Berat) : Terlihat banyak butir-butir putih/sisa kotran pada bagian luar karung.
e.          U/SB (Sangat Berat) : Terlihat banyak butir-butir putih/sisa kotoran pada bagian luar karung sehingga banyak tertimbun diatas lantai.



PENGAMATAN CONTOH (C).
Pengamatan dilakukan dengan mengambil contoh beras dari beberapa karung dipelbagai tempat dalam stapel. Pengambilan contoh dilakukan dengan menggunakan alat pengambil contoh beras dan ditimbang sebesar 1 kilogram. Setelah di ayak kemudian dihitung jumlah serangga yang terdapat didalam contoh. Hasil pengamatan dinyatakan sebagai berikut :
a.        C/T (tidak ada) : Tidak terdapat serangga hidup dari hasil pengayakan.
b.        C/R (Ringan) : Terdapat 1-2 ekor serangga hidup dalam contoh.
c.        C/S (Sedang) : Terdapat 3-5 ekor serangga hidup dalam contoh.
d.        C/B (Berat) : Terdapat 6-10 ekor serangga hidup dalam contoh.
e.        C/SB (Sangat berat) : Terdapat > 10 ekor serangga hidup dalam contoh.


 Cara Pengambilan contoh
                Pengambilan contoh harus dilakukan pada waktu pagi hari sampai kira-kira pukul 13.00.  Hama pascapanen pada pagi sampai siang hari berada di dalam karung, baru sesudah kira-kira pukul 14.00 mereka keluar dari dalam karung.  Pengambilan contoh dengan menggunakan colokan (spear) dilakukan sewaktu hama masih di dalam karung.
                Besarnya contoh yang harus diambil menggunakan teknik tertentu sehingga ekonomis, sebagai berikut.
1.        Penentuan karung yang diambil contohnya dilakukan secara random
2.        Dari setiap gudang minimal harus diambil 2 contoh @ 1 kg
3.        Nilai tingkat serangan hama adalah hasil rata-rata dari contoh-contoh (sebesar 1 kg) tersebut.

Sekian dari saya Wa'alaikumsalam wr.wb

#Sumber: http://abank-udha123.tripod.com/sampling_dan_monitoring.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar